Jumat, Desember 26, 2014

Zakia Luthfiani: Diamlah di Tempatmu.

BY Unknown IN 7 comments

 Aku ingin sekali mengatakan kepadamu tentang apa sejujurnya yang terjadi. Dan semua itu akan terlepas dari beban yang harus tertanggung. Buatlah aku mudah mengatakannya. Buatlah aku tak punya keraguan tentang apa yang sebenarnya terjadi. Jadikan segalanya sederhana...
Keadaan telah mengharapkan jutaan pelajaran untukmu dan semoga kau tak pernah ingin merasakan betapa pahitnya sebuah pelajaran berharga yang harus kau telan. Berhentilah disitu dan menikmati kehidupanmu yang telah berada di posisi paling indah. Tak ada yang lebih indah dari keadaan yang kini kau jalani. Yakinlah, aku sudah merasakannya sendiri. Sebuah keadaan buruk yang pernah kita inginkan.
Untuk kali ini, biarkanlah aku bertutur atas dasar ajaran yang kini kita yakini. Kita bicara soal hati dan hubungan kita dengan Tuhan. Jika aku tidak berpijak diatas dasar Tuhan, akan dengan apa aku bertutur? Bukankah aku, kamu, kita diciptakan pun untuk menuhankan Tuhan?
Kita pernah berdiskusi tentang bagaimana kelak ketika kita beranjak dewasa. Ketika kita mungkin mulai jatuh cinta pada seseorang. Akankah kita akan menjalin sebuah hubungan seperti apa yang dilakukan mereka pada umumnya?
“Mungkinkah kita akan pacaran kelak?”
Aku jawab dengan senyum. “Mungkin tidak.”
“Mungkin aku bisa memegang apa yang kamu katakan kini. Tapi nanti? Kita tak tau akan adanya perubahan”
“Jika misalnya kita sudah menemukan seseorang yang pas dan menawan hati kita. Benteng besar harus kita dirikan untuk tidak sama sekali tergoda dan tak terkalahkan oleh keinginan yang akan menggebrak dengan keras”
“Kamu yakin? Kita belum sama sekali mengenal cinta dengan sungguh-sungguh. Jangan-jangan ia kan menjadikan kita tunduk dan dengan mudah mengatakan, aku mencintaimu, dan kita akan pacaran dengan seseorang yang kita pilih”
“Jangan-jangan kamu memendam keinginan untuk pacaran?”
“Aku tak tau. Mungkin iya, mungkin pula tidak. Tapi, aku tak bisa menjanjikan untuk tidak pacaran. Bukan karena aku tak tau bahwa ia bukan sebuah hal yang cukup baik untuk menjadi pilihan. Hanya saja, aku tak cukup punya keyakinan bahwa kekuatanku mampu membentengi cinta hadir tanpa adanya sebuah hubungan yang mungkin disodorkan padaku”
“Setidaknya kita bisa memanagenya dari sekarang untuk tidak...”
“Dan mungkin rencana kita akan hancur berhamburan ketika cinta datang dengan pergerakan yang belum pernah kita sentuh sebelumnya”
Ketika itu aku ngotot bahwa pacaran adalah jalan paling buruk yang akan kita pilih. Dan kini aku kembali datang dengan apa yang dulu aku yakini. Sebuah persepsi yang mungkin lebih matang, lebih dewasa, masuk akal, dan membuatmu percaya.
Pi, apa yang kamu katakan sangat tepat. Kita tak tau kelak apa yang terjadi ketika cinta datang dan kita belum pernah sekalipun mengenalnya. Ia datang disebuah ruang dan waktu yang menurut kita terus sempurna untuk menjadi alasan melepaskan janji-janji yang pernah kita ucapkan. Godaan itu datang bertubi-tubi dan kita mungkin akan terjatuh.
Dan kau tau, Pi. Aku benar-benar terjatuh!
Segalanya terasa indah ketika seseorang yang kita cintai seolah memberikan segala hal untuk mengindahkan hati kita. seolah segalanya menjadi sangat indah dan akan terus indah. Warna hari menjadi lebih bercorak, dan pada akhirnya kita menentukan sebuah pilihan untuk menurunkan benteng yang susah payah kita bangun.
Kita tidak sedang membicarakan tentang sakitnya patah hati. Tidak sekarang, mungkin nanti. Keadaan wushul kita kepada Tuhanlah yang menjadi sedemikian terganggu ketika kita sudah memiliki untuk menjalin hubungan dengan seseorang, dan na’asnya. Hubungan itu bukan ikatan yang bersandar pada ajaran yang kita yakini.
Ada rasa kecewa, khawatir dan cemas ketika kita beranjak menuju pelataran munajat pada Tuhan. Sedang kita sadar, dan tau bahwa hubungan dengan orang yang kita cintai tersebut menggerus kita sedikit demi sedikit untuk menjauh dari ajaran yang kita dekap.
Dan kau tentu tahu bahwa keinginan (nafsu dan iblis) bukan tanpa strategi untuk menghancurkan kita. Mereka menggiring sedikit demi sedikit agar kita tidak terlalu sadar sedang digerus menuju perubahan besar. Pada sebuah keadaan yang membuat kita tidak lagi berjalan di atas rel kita sebagai manusia yang bertuhan.
Sangat sulit untuk menggambarkan betapa sulitnya menjaga diri dari dosa ketika kita sudah memilih untuk menjalin hubungan asmara dengan seseorang. Senyumnya yang manis, jemari yang lembut, tutur kata yang lirih. Kau akan menikmati betapa indahnya kehidupan dengannya, terasa indah. Tapi ketika kau pulang, menghamparkan sajadahmu, akalmu yang mati kembali hidup dan merasakan betapa keruh dirimu. Detik-detik yang seharusnya berisi Tuhan harus mati karena hasratmu pada cinta yang tidak bisa dibendung.
Ada banyak pelajaran yang bisa kau ambil. Tapi cukuplah itu menjadi milikku yang akan bagi tanpa kau harus merasakan betapa pahitnya sebuah kenyataan dan pelajaran. Jika suatu saat kau jatuh cinta, jangan memilih untuk berjudi dan berharap bahwa cinta dengan pacaran akan bisa membuatmu terus berfikir logis. Tidak, pi! Ada sebuah dorongan yang membuatmu merasa berbenturan dengan naluri, tapi kau menampiknya dan nalurimu terbuang begitu saja.
Berhentilah ditempatmu sekarang. Jangan berpikir bahwa aku curang dan memilih untuk pacaran tapi tidak mengizinkanmu melakukannya. Jika aku boleh memilih, aku akan memilih tetap berada di tempatmu dan tidak pernah sama sekali bersentuhan dengan pacaran. Aku tidak mengizinkamu karena tak ingin kau sepertiku sekarang yang terus dihantui rasa kecewa dan bersalah.
Berhentilah di tempatmu tanpa sekalipun bersentuhan dengan pacaran. sekali saja kau terjatuh, mungkin sisa hidupmu akan terisi sesal karena pernah memilih sebuah jalan gamang yang suram.
Berhentilah disitu, nikmati kehidupanmu yang suci.

Zadain Musthofa Alawi


Selasa, Desember 23, 2014

Surat Untuk Emak, Seuntai Maaf

BY Unknown IN 8 comments


Semoga limpahan rahmat senantiasa tercurah untukmu, mak. Aku mencintaimu, merindukanmu.

Maaf tak bisa menghubungimu, mak. Anakmu dalam perantauan mencari jalan kehidupan masa depan tanpa handphone. Maaf, mak. Aku bisa internet dan menggunakan laptop karena aku mendesain buku. Tapi engkau tak bisa internet, Mak. Dan  memang lebih baik demikian. Banyak konten-konten tak baik yang akan menyakitkan penglihatanmu.
Google
Mungkin kehidupan dalam perantauan tak bisa dikatakan mudah. Dan memang itu pula yang engkau inginkan dariku dengan jalan ini, agar menjadi lebih baik. Bukankah itu yang engkau inginkan, Mak? Meski aku tak tau, sekarang aku sudah menjadi lebih baik atau belum. Atau bahkan semakin tak jelas. Dan seberapapun beratnya, selagi itu inginmu. Akan aku coba hadapi dengan segenap kekuatanku.
Itulah yang membuatku takut pulang. Aku takut mengecewakan impianmu yang luhur. Aku tak ingin ada setetes saja air mata yang keluar dari bening matamu yang teduh itu. Jangan ada yang menetes untuk ketidakbecusanku. Aku ingin membuatmu bahagia. Aku ingin senyum itu tersungging saat aku pulang. Senyum bahagia, senyum bangga.
Tapi apakah kini aku sudah memiliki tiket untuk membuatmu tersenyum?
Aku merindukan mencium kakimu, dan kaki bapak. Aroma surga yang bisa aku nikmati dalam hidup. Aroma keridhoan kalian. Aku ingin mencium kakimu dengan helaan nafas ternikmat. Mungkin yang tak terakhir.
Mak, bukan karena tak punya uang atau tak bisa makan yang membuatmu kadang merasa tersudut, sepi. Itu bukan apa-apa, dan menurutku biasa saja. Tapi kerinduan padamu tak bisa dilawan dengan memejamkan mata atau menyusuri jalanan kota. Kadangkala jawaban yang meluncur adalah air mata. Aku jadi cengeng karena merindukanmu.
Aku tak tau harus mengatakan kepada siapa keluh kesah kehidupanku. benar, Mak. Tentu saja pada Tuhan. Sepertinya aku mengidap sebuah penyakit, mak. Aku tak tau apa. Dan semoga tak parah. Sudah aku coba untuk tidak sama sekali terperdaya oleh maraknya berita penyakit ganas. Dan sudah aku yakinkan pada diri sendiri bahwa sakit ini adalah sakit biasa. Seperti halnya pilek, atau panu.
Tapi bukankah kematian tidak datang hanya dengan sakit? Mungkin ia datang karena kaget dengan gigitan nyamuk. Bukankah bisa jadi, Mak? Dan kesiapan untuk menuju kesana sebaiknya aku persiapkan sedemikian rupa. Bukan karena aku tau akan mati sekarang, nanti, besok, bulan depan, tahun depan, atau satu abad lagi sekalipun. Bukan karena itu. Tapi karena persiapan kematian sejatinya adalah kewajiban manusia dalam mengarungi kehidupan. Setiap langkah adalah persiapan kematian. Setiap detik adalah persiapan perjumpaan dengan Tuhan.
Apa yang aku katakan pada-Nya kelak, Mak? Apa yang harus aku jawabkan jika aku ditanya sesuatu?
Untunglah engkau mengenalkanku pada Tuhan sejak aku belum bisa merangkak. Suara bacaan Al-Qur’an dan Sholatmu adalah pemandangan harian yang menentramkan. Setidaknya ketika aku paham seperti sekarang. Setidakanya pula aku menjadi tau, siapakah Tuhan dalam kehidupanku.
Mak, sudah selayaknya untaian maaf dan terima kasih teruai untukmu. Tapi itu tidak sama sekali menjadikan segalanya menjadi impas. Aku tau engkau tak akan membaca ini, karena engkau tidak menggunakan internet. Juga mungkin tidak untuk saudaraku, anakmu yang lain. Mereka sangat tekun mendalami ilmu. Di hadapan mereka adalah kitab berkertas kuning dengan huruf arab tanpa harakat. Dan mereka mampu membacanya. Sebuah hal yang tidak aku bisa sampai sekarang. Dan mungkin itu pula pertimbanganmu untuk merantaukan anakmu ini. Setidaknya untuk tau sedikit saja wajah dunia, wajah kehidupan luar.
Masih banyak kata yang akan aku sampaikan padamu, Mak. Tapi adzan Isya’ sudah berkumandang. Engkau mengajarkanku untuk tidak menunda berangkat ketika adzan berkumandang. Senantiasa mengingatkan untuk bergegas.
“Cepatlah, Nak. Sudah waktu waktunya ritual menghadap Tuhan.”
Selembut itulah, Mak. Aku rindu. Bukankah sudah sepantasnya?

Salam

Zaidan Musthofa Alawi

Sabtu, Oktober 11, 2014

Jika Tuhan Tak Menghilang

BY Unknown IN 7 comments

Jika Tuhan tak menghilang, cerita tentang air mata mungkin tidak pernah ada. Jika Tuhan tak menghilang, kamu masih akan terus tenang dengan masa depan tanpa bayang-bayang masa lalu. Jika Tuhan tak menghilang, DNA pasti akan terus baik-baik saja, dan trilyunan sel dalam dirimu tak akan memilih padam. Jika Tuhan tak menghilang, ia tak perlu dan tak pernah ada sejengkal saja berada di memorimu.
Catatan panjang tentang kehidupan mungkin akan semakin membuatmu bijaksana dan sadar bahwa hidup ini bukan play station yang bisa diulang-ulang. Kamu tau, ada jutaan orang sedang sibuk dengan jari mereka, bersama tanda tanya. “Apa yang mesti aku lakukan? Untuk apa aku hidup? Bagaimana harus bersikap?” Dan kamu tanpa sadar sudah melakukannya dengan tersirat dengan menulis. Tulisanmu adalah dirimu, renunganmu.
Kamu akan terus diseret bayangan masa lalu. Ia membekas seperti luka pedang yang pernah menyayat wajahmu. Tidak sadar? Masa lalu telah merusak banyak hal yang akan jadi masa depan. Melupakan banyak hal yang seharusnya tak patut dilupakan. Dan mengingat hal-hal yang seharusnya tak patut diingat. Itu kesalahanmu sendiri!
Siapa yang kini jadi sandaranmu ketika kenyataan telah membekali luka? teman ngopi? Teman remi? Diri sendiri? Bahkan untuk menyangga dirimu dari luka saja kamu tak bisa. Allaaaaaaah, anta taf’alu ma si’ta. Wa ana ‘indaka li tho’atik bi hubbii ilaika, bi khoufi ilaika. Wa fi kulli haal, anta taf’alu bi qudrotikal khoir, fi khoir, ala khoir, min khoir, ila khoir. Bi luthfika, bi rohmatika, ana a’ti nafsi ilaika, Ya Allaaaaaaaah” ((Hizbul Musthofa))
Siapa lagi? Maka, andaikan ada “sejumput” saja Tuhan dalam dirimu ketika masa-masa itu akan bergerak menginjak-injak masa depanmu. Kamu pasti berlari, menghindar. Tuhan tak akan membiarkanmu tergerus, jika ada sedikit saja cinta yang tersisa untuk-Nya.
Tapi apa yang kamu lakukan? Memilih menuruti dirimu yang tak pernah berhenti menginginkan kepuasan, kenikmatan. Jika “Tuhan memilih menghilang” dari dirimu, itu adalah hal wajar. Kamu sendiri tidak mencoba untuk mengganggam “jari-Nya” untuk tetap berada dalam dirimu. Tuhan tak ingin “diduakan” dengan kehinaan. Dan apa yang kamu lakukan pada masa lalu adalah kehinaan yang memaksa “Tuhan angkat kaki”.
Ah, tentu wajar pula jika kamu sekarang merasa kecewa. Pasti! Pelajaran berharga yang tak perlu kamu pikir, tapi yakinkan benar dalam dirimu, “Kehidupan tanpa melibatkan Tuhan akan melahirkan kekecewaan”. Sudah terlalu banyak bukti, dan kamu tak bisa mengelak, kamu sendiri sudah menjadi saksi dan merasakan sendiri bagaimana keadaan tanpa Tuhan telah membuatmu tak berdaya.
Perempuan, benda, harta, jiwa, akal, apa yang dibanggakan? Ia tak akan menjadi apapun kecuali kekecewaan jika Tuhan tidak kamu ajak “mengurusnya”. Jika kamu sudah tak memberi ruang pada Tuhan untuk ikut andil, pastikan saja dirimu mulai saat ini bahwa apa yang kamu lakukan adalah kesia-siaan belaka. Kemungkinan terfatalnya, masa depanmu akan menjadi buram.
Jangan pernah sekali-kali mencoba menjadi musuh Allah jalla-jallaluh. Ia adalah penguasa segala hal, bahkan juga atas dirimu. Kamu akan mengatakan, aku tak mungkin memusuhi Tuhan. Tapi bagaimana dengan sikap yang selama ini kita tunjukkan? Sudahkah tidak “menyakiti perasaan-Nya”, melakukan yang tidak Tuhan sukai?
Scream, satu hal yang sangat patut kamu bahagiakan dari gelapnya masa lalu adalah pelajaran, sebuah pengalaman untuk melangkah esok hari. Tapi jangan pernah mengira bahwa tak ada rasa perih sebab pernah melumuri diri dengan noda. Kamu pasti merasakannya, ia seperti luka goresan pedang di wajahmu yang selalu berbekas.
Aku akan bicara seolah-olah kamu adalah aku, scream. Maaf. Ini akan memudahkanku mengurainya.
Masih sangat jelas teringat tentang perempuan kemarin yang berkhianat kepadamu. Satu-satunya perempuan yang kamu pilih untuk kamu cintai selamanya. Kamu berharap hanya sekali jatuh cinta, dan berjalan dengan baik.
Ya, awalnya memang baik. Ia bisa menerimamu sebagai seorang laki-laki yang mencintainya. Kamu berharap saat itu, hal tersebut sebagai tanda baik untuk melangkah menuju arah yang lebih serius. Tapi nyatanya, Tuhan berkendak lain. Ia mungkin memilih laki-laki lain sebagai pendamping hidupnya, meski sampai sekarang belum menikah. Dan meskipun pula sudah terjadi apa yang terjadi.
Tapi dari situ, kamu mulai sadar benar bahwa apa yang kamu inginkan bukanlah hakim untuk takdir masa depan. Dan mulai sadar pula, ternyata kamu tidak sama sekali mengajak Tuhan menjaga hubungan kalian. Ah, tapi akhirnya kamu sadar kan? Kedekatan dengan Tuhan jauh lebih nikmat dari apapun. Termasuk dengan perempuan yang dulu kamu pilih untuk benar-benar kamu cintai. Dan hubungan yang tidak berdasarkan ketentuan Tuhan tentu menjadi boomerang untuk cinta kalian. Selalu akan ada hal-hal buruk yang terjadi ketika pilihanmu adalah ketidakbaikan.


“Maka, sebuah kehidupan tanpa Tuhan tidak akan memberikan sebuah kebaikan apapun. Di Akhirat, atau bahkan mungkin dunia pun sudah menjadi pedang mematikan untuk kehidupanmu.”

Zaidan Musthofa Alawi


Selasa, Juni 17, 2014

Maybe Blogger Energy

BY Unknown IN 3 comments


I Just Wanna Say, miss you, writing.
Tak banyak yang ingin aku katakan kepadamu tentang hal ini, scream. Jiwaku yang mendorongnya mencoretkan sesuatu tentangnya. Tak banyak hal yang aku tau, dan kehadiranku memang karena aku tak banyak tau. Tapi suatu saat akan banyak yang aku tau. Ini akan menjadi cerita baru, mungkin sudah saatnya. Sudah saatnya aku melepas perahu cerita di pelabuhan. Dan tuhan menganugerahkan pelabuhan Blogger Energy.
Kamu harus tau, bahwa aku menulis disini, tidak lagi di kertas, salah satunya adalah karena komunitas ini membuka mataku bahwa tidak semua akan tertulis dalam buku, di atas kertas. Terlalu banyak hal yang bisa dimanfaatkan tanpa harus mengurangi volume pohon di dunia. Dan salah satunya dengan blog.
Ekosistem kita sudah rusak, semut sudah mulai gerah dengan keadaan bumi. Bapaknya bercerita bahwa kehidupan sebelumnya jauh lebih tentram dari apa yang kini terjadi. Anak semut blesteran belanda itu hanya mengangguk-anggukkan kepala, tanda paham. “Bangsa kita tidak hanya politik yang berubah sangat tidak kondusif. Cuaca pun  sama” begitu tuturnya.
Scream, mataku menyipit. Aku ngantuk. Tapi masih ingin menulis. Aku seperti mencoretimu dalam gelap. Tapi tak apa, hati masih cukup terang untuk menuliskan tentangnya.
Asem Manis Cintalah yang sebenarnya membuatku “terperosok” di tempat ini {{ maksudku, tempat ini, blogger energy, kalau diterima }}. Mungkin alangkah baiknya jika orang-orang akan membaca cerita yang sudah aku tuliskan di tubuhmu kemarin-kemarin, juga nanti, tentang apa yang terjadi.
Asem manis cinta dan cerita yang ada di buku itu hampir sama dengan apa yang pernah terjadi. Meski ceritaku lebih sangat kekuarangan “gula”. Itu yang membuatmu ada disini, menghuni komplek internet, rumah blog.
Tak banyak yang aku tau tentang blog, yang aku tau hanya menulis, titik. Blogger energy adalah ilham tentang keberadaan wadah apresiasi karya, mungkin demikian. 12 cerita asem manis cinta membuatku terjun. Bebas mengatakan apapun, apapun! Apalagi ketika mataku mengantuk seperti sekarang. Aku harap kamu belum mengantuk, scream. Aku masih ingin menulis. Aku butuh rokok, mungkin merokok akan membuatku lebih tentram.
Ahahahahahahaha, bahkan aku lupa kalau aku bukan perokok. Hal-hal seperti ini  {{ lupa banyak hal }} bisa terjadi ketika mata mulai menyipit dan berwarna agar merah.
Soal memilih blogger personal, aku kira memang harus personal. Karena memang yang keren adalah cerita, bukan iklan, apalagi iklan obat pengeras & pembesar ..... suara.
Kemarin aku sudah mengucapkan selamat datang untuk Blog. Dan kini, saatnya mengatakan selamat bertemu. Ia yang sudah menjerusmukan masuk ke sini, Blogger Energy dengan bukunya, Asem Manis Cinta. Cerita-cerita yang membuka lembar nostalgia. Tak apa, aku sudah (hampir) sebepenuhnya move on.
Terima kasih blogger energy, semoga benar-benar menjadi wadah yang tepat untuk menjadi pelabuhan cerita. Dan benar-benar tepat untuk berbagi sesuatu.
Scream, ternyata mataku sudah tak kuat. Tadi siang aku belum tidur. Maaf, mungkin sudah saatnya aku menutup mata. Esok hari kita harus bertemu lagi. Men~dansa-kan cerita kembali.
Photobucket



“Saat matamu kehilangan daya kedip. Itu berarti kamu tak punya lagi warna. Semua tertidur, kecuali hatimu. Sedang kamu sendiri menontaktifkan apa yang sanggup aktif kapanpun. Sudahlah, aku mengantuk”



Selasa, Mei 27, 2014

Selamat Datang, Catatan

BY Unknown IN 34 comments


Selamat Datang di dunia maya. Disini, Kita bisa akan menuangkan waktu bersama untuk menjadikan kehidupan lebih berarti dengan menulis. Ya, menulis. Seperti biasa. Hanya beda media. Jika selama ini garis-garis kertas yang jadi hiasan, kini akan ada istilah-istilah baru yang tak perlu kamu hafal. Slider, dropdown, laman, sidebar, dan istilah-istilah lain yang terkadang membuatmu merinding.
-||~~||-
Sudah berapa lama tintamu kering? Mulai kapan ia menangis dalam wujud penamu, karena sama sekali tak tersentuh? Dan selama itulah, kamu seharusnya sadar bahwa akupun juga mencoba menguatkan diri agar tak terlihat lemah tanpamu. Tapi aku tak bisa. Dan salahnya, aku  tak tahu motif apa yang jadi dasar ingin hidup tanpamu. Takut ketergantungan? Salah satu alasan yang seharusnya tak pernah perlu untuk jadi piihan. Tapi nyatanya, selama ini kamu hanya bisa menikmati kesepian, begitu pula denganku. Dan berjalan dalam rentang waktu yang panjang. Terlalu lama untuk kerinduan yang bisa saja ditumpahkan kapanpun.
Aku tak sabar untuk kembali, menebus dosa dengan berubah lebih disiplin mengikat waktu. Banyak waktu yang seharusnya kamu punya hak untuk jadi opsi. Tapi faktanya, jarang terpilih. Aku tak tahu kenapa dan minta maaf untuk hal ini. Dan berusaha lebih sering untuk mengunjungimu dengan kata-kata lebih bermakna, meski tak panjang.
Mungkin ini –blog- bukan sarana paling sempurna untuk mengungkapkan cerita. Tapi kemana lagi aku akan mengajakmu menulis bila tidak disini. Ruang yang digunakan orang sekelas Gunawan Muhammad, Seno Gumira Ajidarma, Emha Ainun Nadjib,  Dewi Lestari, dan penulis lain untuk menuangkan tulisan panjang mereka, selain buku dan media masa.
Aku takut kamu bosan dengan buku-buku dan kertas yang terkadang berserakan. Maka aku ajak kamu menulis disini. Mungkin menulis terus menerus di kertas juga bukan ide baik. Sudah terlalu banyak pohon yang tumbang untuk memenuhi kebutuhan penulis.
Kamu tak akan bisa sebebas angin sebelum membuang hasratmu untuk mencapai sesuatu yang tak akan membuatmu berarti. Terlalu banyak keinginan yang tak penting. Dan menulis tak pernah dianggap sia-sia. Kini aku mungkin tak lagi bersama kalian, pena, bolpoin, kertas, buku. Tapi jiwa kalian untuk menyediakan ruang menulis tak pernah hilang. Ruang ini menjadi wakil untuk menyiratkan energy kepenulisan yang tertaut.
Selamat datang, selamat datang, kini akan ada tumpahan berarti di kanvas electric blog untuk meneteskan cerita, setetes demi setetes. Mencairkan kebekuan dalam otak. Menyejukkan jiwa yang kelu. Selamat datang, catatan. Beri arti untuk siapapun yang membacamu. Dan beri arti pada penulismu untuk menjadi baik, dan semakin baik setelah menuliskanmu.



“Lembutkan perasaanmu dengan cinta kepada sesama tanpa memandang siapa. Dan tuliskan apapun yang membatu agar mencair tanpa ada hasrat kebencian"
Zaidan Musthofa Alawy


27 Mei 2014