Aku ingin sekali
mengatakan kepadamu tentang apa
sejujurnya yang terjadi. Dan semua itu akan terlepas dari beban yang harus
tertanggung. Buatlah aku mudah mengatakannya. Buatlah aku tak punya keraguan
tentang apa yang sebenarnya terjadi. Jadikan segalanya sederhana...
Keadaan telah
mengharapkan jutaan pelajaran untukmu dan semoga kau tak pernah ingin merasakan
betapa pahitnya sebuah pelajaran berharga yang harus kau telan. Berhentilah
disitu dan menikmati kehidupanmu yang telah berada di posisi paling indah. Tak
ada yang lebih indah dari keadaan yang kini kau jalani. Yakinlah, aku sudah
merasakannya sendiri. Sebuah keadaan buruk yang pernah kita inginkan.
Kita pernah berdiskusi
tentang bagaimana kelak ketika kita beranjak dewasa. Ketika kita mungkin mulai
jatuh cinta pada seseorang. Akankah kita akan menjalin sebuah hubungan seperti
apa yang dilakukan mereka pada umumnya?
“Mungkinkah kita akan
pacaran kelak?”
Aku jawab dengan
senyum. “Mungkin tidak.”
“Mungkin aku bisa
memegang apa yang kamu katakan kini. Tapi nanti? Kita tak tau akan adanya
perubahan”
“Jika misalnya kita sudah
menemukan seseorang yang pas dan menawan hati kita. Benteng besar harus kita
dirikan untuk tidak sama sekali tergoda dan tak terkalahkan oleh keinginan yang
akan menggebrak dengan keras”
“Kamu yakin? Kita
belum sama sekali mengenal cinta dengan sungguh-sungguh. Jangan-jangan ia kan
menjadikan kita tunduk dan dengan mudah mengatakan, aku mencintaimu, dan kita
akan pacaran dengan seseorang yang kita pilih”
“Jangan-jangan kamu
memendam keinginan untuk pacaran?”
“Aku tak tau. Mungkin
iya, mungkin pula tidak. Tapi, aku tak bisa menjanjikan untuk tidak pacaran.
Bukan karena aku tak tau bahwa ia bukan sebuah hal yang cukup baik untuk
menjadi pilihan. Hanya saja, aku tak cukup punya keyakinan bahwa kekuatanku
mampu membentengi cinta hadir tanpa adanya sebuah hubungan yang mungkin
disodorkan padaku”
“Setidaknya kita bisa
memanagenya dari sekarang untuk tidak...”
“Dan mungkin rencana
kita akan hancur berhamburan ketika cinta datang dengan pergerakan yang belum
pernah kita sentuh sebelumnya”
Ketika itu aku ngotot bahwa
pacaran adalah jalan paling buruk yang akan kita pilih. Dan kini aku kembali
datang dengan apa yang dulu aku yakini. Sebuah persepsi yang mungkin lebih
matang, lebih dewasa, masuk akal, dan membuatmu percaya.
Pi, apa yang kamu
katakan sangat tepat. Kita tak tau kelak apa yang terjadi ketika cinta datang
dan kita belum pernah sekalipun mengenalnya. Ia datang disebuah ruang dan waktu
yang menurut kita terus sempurna untuk menjadi alasan melepaskan janji-janji
yang pernah kita ucapkan. Godaan itu datang bertubi-tubi dan kita mungkin akan
terjatuh.
Dan kau tau, Pi. Aku
benar-benar terjatuh!
Segalanya terasa indah
ketika seseorang yang kita cintai seolah memberikan segala hal untuk
mengindahkan hati kita. seolah segalanya menjadi sangat indah dan akan terus
indah. Warna hari menjadi lebih bercorak, dan pada akhirnya kita menentukan
sebuah pilihan untuk menurunkan benteng yang susah payah kita bangun.
Kita tidak sedang
membicarakan tentang sakitnya patah hati. Tidak sekarang, mungkin nanti.
Keadaan wushul kita kepada Tuhanlah yang menjadi
sedemikian terganggu ketika kita sudah memiliki untuk menjalin hubungan dengan
seseorang, dan na’asnya. Hubungan itu bukan ikatan yang bersandar pada ajaran
yang kita yakini.
Ada rasa kecewa,
khawatir dan cemas ketika kita beranjak menuju pelataran munajat pada Tuhan.
Sedang kita sadar, dan tau bahwa hubungan dengan orang yang kita cintai
tersebut menggerus kita sedikit demi sedikit untuk menjauh dari ajaran yang
kita dekap.
Dan kau tentu tahu
bahwa keinginan (nafsu dan iblis) bukan tanpa strategi untuk menghancurkan
kita. Mereka menggiring sedikit demi sedikit agar kita tidak terlalu sadar
sedang digerus menuju perubahan besar. Pada sebuah keadaan yang membuat kita
tidak lagi berjalan di atas rel kita sebagai manusia yang bertuhan.
Sangat sulit untuk
menggambarkan betapa sulitnya menjaga diri dari dosa ketika kita sudah memilih
untuk menjalin hubungan asmara dengan seseorang. Senyumnya yang manis, jemari
yang lembut, tutur kata yang lirih. Kau akan menikmati betapa indahnya
kehidupan dengannya, terasa indah. Tapi ketika kau pulang, menghamparkan
sajadahmu, akalmu yang mati kembali hidup dan merasakan betapa keruh dirimu.
Detik-detik yang seharusnya berisi Tuhan harus mati karena hasratmu pada cinta
yang tidak bisa dibendung.
Ada banyak pelajaran
yang bisa kau ambil. Tapi cukuplah itu menjadi milikku yang akan bagi tanpa kau
harus merasakan betapa pahitnya sebuah kenyataan dan pelajaran. Jika suatu saat
kau jatuh cinta, jangan memilih untuk berjudi dan berharap bahwa cinta dengan
pacaran akan bisa membuatmu terus berfikir logis. Tidak, pi! Ada sebuah
dorongan yang membuatmu merasa berbenturan dengan naluri, tapi kau menampiknya
dan nalurimu terbuang begitu saja.
Berhentilah ditempatmu
sekarang. Jangan berpikir bahwa aku curang dan memilih untuk pacaran tapi tidak
mengizinkanmu melakukannya. Jika aku boleh memilih, aku akan memilih tetap
berada di tempatmu dan tidak pernah sama sekali bersentuhan dengan pacaran. Aku
tidak mengizinkamu karena tak ingin kau sepertiku sekarang yang terus dihantui
rasa kecewa dan bersalah.
Berhentilah di
tempatmu tanpa sekalipun bersentuhan dengan pacaran. sekali saja kau terjatuh,
mungkin sisa hidupmu akan terisi sesal karena pernah memilih sebuah jalan gamang
yang suram.
Berhentilah disitu,
nikmati kehidupanmu yang suci.
Zadain Musthofa Alawi